Feather and Cherry's Blog Lounge

Ini dia tempat resmi di FB untuk mengetahui update-update karya fic yang dimuat di Feather and Cherry's Blog! Cekidot ya~ Kalau ga sempat buka blog, jadi bisa buka pagenya >_<

Website

Silahkan di-like or everything!

The Assasination Games, Kapitel II : The Opening Night

Kapitel II | The Opening Night

“Aku mengajukan diri! Biarkan aku menggantikan Kizuna!” pekikku lantang. Semua orang terkejut mendengar pekikanku, dan entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Kizuna kaget melihatku.

“Miyu!!” jerit Kizuna sambil dibawa pulang oleh para penjaga. Aku menoleh ke arahnya dengan wajah tersenyum. “Kenapa kamu melakukan ini?!”

Para penjaga mengambilku dibanding dengan mengambil Kizuna setelah Kisaki menganggukan tanda setuju untuk mengambilku sebagai pengganti Kizuna. “Seperti yang kalian tahu, ada peraturan dimana orang yang memiliki gender sama boleh mengajukan diri untuk menggantikan peserta yang terpilih,” jeda Kisaki. “Kalian pasti bersahabat baik, karena kalian berdua sama sekali tidak mirip.”

Aku menelan ludah. “Ya…”

Kisaki tersenyum. “Siapa namamu? Jarang ada orang yang pemberani seperti kau, hai anak muda.” Tak kusangka dia ramah juga, selain mulutnya yang sedikit kurang ajar itu.

“Miyu Ichinose.” Ujarku mencoba untuk tegas. Aku memandang seluruh orang, dan aku siap untuk menjadi peserta The Assassination Games walau itu akan mempertaruhkan nyawa. Aku tidak tahu apa reaksi ibu nanti, tapi aku harus tenang dahulu.

“Ichinose ya? Kelihatannya aku pernah mendengar nama itu.”

Kemudian, Kisaki mendekati tabung berisi kertas nama para laki-laki. “Sekarang aku akan mengundi untuk peserta laki-laki, siapakah yang akan terpilih?” Kisaki memutar tangannya dan mengambil selembar kertas terlipat. Perlahan ia membuka lipatannya, dan segera disebut namanya.

“Ren Nakahara!”

Aku ingat nama orang itu. Dia adalah anak dari pembuat roti di Distrik 9. Dia maju dengan wajah yang agak pasrah, rambutnya berantakan warna coklat. Iris matanya juga memiliki warna yang sama, membuatku ingat kejadian waktu itu. Hari itu saat pemakaman ayah, aku menangis sekeras-kerasnya di padang bunga.  Rasanya berat sekali menerima kejadian itu.

Laki-laki itu, datang dan menepuk pundakku dengan lembutnya. Walau dia tidak berkata-kata apapun padaku, tapi dia memberikanku dua buah roti hangat untukku, dengan wajah yang simpatik. Aku berhenti menangis, dan hanya diam melihat langkah laki-laki itu mulai menjauhiku. Kumakan roti pemberiannya dengan pelan dan merasa lebih baik. Kalau tidak ada dia, mungkin sekarang aku tidak akan seperti ini.

Ren maju ke panggung dan berdiri di sebelahku. “Baiklah, ini dia kedua peserta kita yang akan mewakili Distrik 9 pada saat The Assassination Games yang ke-49!” seru Kisaki keras.

Para penjaga membawaku dan Ren ke dalam gedung walikota sebelum kami akan diberangkatkan ke Centrum naik kereta, karena kami diberikan waktu untuk memberikan kata-kata terakhir sebelum pergi. Ruang walikota sangatlah besar dan paling bagus di Distrik 9, dan aku menunggu dengan sabar siapakah yang akan mengunjungiku.

Seorang wanita masuk, dan itu adalah Ibu. Dia tidak menunjukkan wajah marah, sedih pun tidak. “Miyu-chan.”

“Ibu…” kataku memandang matanya.

Dia mengelus kepalaku. “Apapun keputusanmu, ibu akan mengikutimu. Ibu tidak marah padamu, tapi Ibu berharap kamu mengerti resikonya dan menerima konsekuensi dari pilihanmu ini, “ jedanya. “Hanya saja, janji pada Ibu… Kamu harus menang dan kembali dengan selamat, Miyu-chan.”

Aku menangis sedikit, dan memeluknya erat. “Terima kasih, Ibu.” Setelah Ibu pergi meninggalkan ruangan, Kizuna masuk dan menghadap kepadaku. Dengan wajah sedih, dia menangis dan jatuh ke pangkuanku. “Ki, Kizuna?”

“Miyu, kenapa kau melakukan ini?” tanya Kizuna.

“Kau pernah bilang ‘kan, kau tidak ingin membuat Ibumu sedih? Aku akan menggantikanmu untuk menyelamatkan hidupmu dan Ibumu… Kau ingat? Kita adalah teman, saling berkorban satu sama lain,” ujarku. Aku mengangkat tangan Kizuna, dan memberikan jari kelingking-ku.

“Aku janji, aku akan menang dan kembali dengan selamat, Kizuna.”

Kizuna mengaitkan jari kelingkingnya dan itu adalah janji kami berdua. Ya, janji sahabat baik, dan aku tidak akan melanggar janji itu untuk Kizuna dan juga Ibu. Waktu untuk memberikan kata-kata terakhir sudah selesai, dan Kizuna harus keluar. Aku tahu dia masih ingin berbicara, dan dia tersenyum kepadaku.

Walikota Distrik 9, Misaki Warisuke pun datang dan menasehati kami sebelum kami akan benar-benar berangkat ke Centrum, mewakili distrik kami dalam The Assassination Games. “Kalian harus ingat, ikuti sopan santun dan peraturan dengan disiplin di Centrum. Selain itu, pelajari lawan baik-baik dan berusaha dalam pelatihan dengan baik… Ngomong-ngomong, kalian akan dibimbing oleh pemenang The Assassination Games ke-35.”

Seorang wanita masuk ke dalam ruangan walikota, dan dialah pemenang yang disebut oleh Walikota Warisuke. Dalam sejarah The Assassination Games, Distrik 9 hanya memenangkan  sekali, yang tidak lain adalah wanita ini. Dia menang dengan menghindari boomerang lawan yang berbalik lagi ke lawannya.

“Aku Chitose Shizukesa, mentor kalian untuk The Assassination Games kali ini.” Sapanya ramah.

Aku dan Ren sama-sama menganggukan kepala. “Salam kenal.”

“Baiklah, sebaiknya kalian bertiga segera berangkat. Kereta tercepat dari Centrum sudah datang, kalian tahu bahwa kalian tidak boleh terlambat dalam Acara Pembukaan The Assassination Games.” Ujar Walikota Warisuke, membukakan pintu yang akan mengarah ke tempat kereta itu tiba.

Chitose pun segera keluar lewat pintu itu. “Ayo, kalian berdua. Kita masuk segera.” Katanya dengan semangat.

Kami berdua mengikuti Chitose ke kereta, dan terkagum melihat kereta dari Centrum. Sangat futuristik dan canggih, berbeda dengan Distrik 9. Aku naik dan menyadari bahwa kami yang baru datang ke kereta itu.

“Kok belum ada peserta lainnya?” tanya Ren.

“Pengambilan peserta dimulai dari Distrik 9, baru seterusnya sampai ke Distrik 1. Akan diadakan pemutaran pemilihan tadi, sekarang kalian masuk saja dulu ke gerbongnya. Ini tempat kalian, ada kamar mandinya juga,” Jelas Chitose. “Nanti kalian jangan kebanyakan makan, mandilah yang bersih. Pakailah salah satu baju dari sana, tapi yang kasual saja. Nanti akan dirapihkan lagi saat sudah sampai di Centrum.”

Aku mengangguk dan masuk ke dalam gerbong. Sangat mewah, dan fasilitasnya lengkap. Ada pendingin ruangan bahkan, dan lagi kecepatan kereta ini sangat cepat, 200 mil/jam.

“Hah… Capek juga.” Keluhku sambil menyandar di kursi.

Ren tersenyum, sama seperti saat dia menolongku. “Begitu ya? Mau kuambilkan minum?”

Aku terkejut. “Ti, tidak  perlu. Aku bisa sendiri…” kataku berdiri mencari minum, tapi dia menarik tanganku. “Eh?”

“Biar aku saja. Kamu ‘kan capek, tunggulah disana.” Ren pun pergi dan mencarikan minum untuk kami berdua, sementara aku diam saja. Dia lebih baik daripada yang kukira, karena selama aku sekolah, kami jarang berbicara. Kupikir dia lupa padaku, tapi ternyata dia masih sangat ingat. Aku agak senang, tapi aku masih harus berkonsentrasi pada janjiku pada Ibu dan Kizuna.

Ren datang sambil membawa dua gelas lemonade. “Ini untukmu.” Katanya menyerahkan salah satu gelasnya. Dia pun duduk di depanku dan meneguk lemonade-nya.

“Terima kasih…” kataku, meminum lemonade-nya. Sangat enak, dan aku merasa lebih segar. Aku menempatkan panahku di sebelahku duduk agar aman, dan kemudian kereta tiba-tiba berhenti. “Apa yang terjadi?”

“Kelihatannya kita sudah sampai di Distrik 8. Para anggotanya akan datang, dan gerbongnya berdepanan dengan kita.” Ujar Ren melihat tulisan Distrik 8. Matanya cukup tajam, mungkin karena dia terlatih pada saat ia membantu di tokonya. Aku bisa melihat kedua peserta yang mewakili Distrik 8 – yang laki-laki, memiliki rambut abu-abu dan mata hijau. Yang perempuan, memiliki rambut dan iris mata berwarna hijau.

“Mereka berdua adalah peserta perwakilan Distrik 8, Mirai Raikaze dan Lan Hua Zhi.” Ujar Chitose tiba-tiba masuk ke gerbong mereka.

Ren memandang dua orang itu dengan tajam. “Mereka tidak bisa diremehkan, mereka berdua itu sama-sama cepat menurutku.”

“Whoa, kamu memang memiliki mata yang tajam!” ujarku terkagum dengan kemampuan Ren, dia bisa diandalkan nanti pada saat The Assassination Games dimulai.

Distrik 8 adalah distrik yang berada di barat Distrik 9, dan Distrik 8 memiliki produk andalan berupa pekerjaan tukang batu dan kayu. Mereka biasanya memberi stok kayu dan batu kepada Centrum demi kepentingan pembangunan, dan mereka juga dikelilingi hutan, tetapi hutan pohon cemara atau pinus.

Mirai dan Lan Hua memasuki gerbong yang berada di depan gerbong Distrik 9. Gerbong distrik berangka ganjil berada di kanan, sementara gerbong distrik berangka genap berada di kiri. “Permisi.” Kata Lan Hua sopan.

“Iya.” Balasku dengan senyum yang juga sopan.

Setelah berhenti di Distrik 8, kereta pun kembali bergerak cepat sampai akhirnya kami sampai di Centrum kurang dari sehari. Aku pun sudah mandi, begitu pula dengan Ren. Dia sudah mengganti pakaiannya dengan baju kasual yang lebih rapih daripada saat kami di Distrik 9. Aku akhirnya mengenakan dress bunga dengan lengan balon pendek.

“Ayo kalian berdua, kita sudah sampai di Centrum. Kita akan bertemu dengan kedua stylist kalian untuk berdandan, karena kita akan datang pada saat Acara Pembukaan The Assassination Games.” Kata Chitose mengetuk pintu gerbong.

Aku berdiri dari kursi tempat aku duduk dan mengikuti Chitose, tentunya bersama Ren. Sesuai dengan perkataan orang tua, Centrum itu adalah distrik pusat dan tercanggih, serta desain-nya futuristik dibandingkan dengan Distrik 9. Fasilitasnya lengkap, teknologi termutakhir… Itu semua sangat sempurna.

“Nah, kalian berdua. Inilah dia stylist kalian, untuk Miyu, nanti kamu akan diurus sama Himeta Katsuragi,” tunjuk Chitose kepada gadis bernama Himeta. “Dan untuk Ren, kamu akan diurus sama Haru Katsuragi. Mereka berdua ini bersaudara.”

Himeta membawaku ke suatu tempat untuk mendandaniku. “Kulitmu putih, cuma ada beberapa bagian yang kasar dan kering… Kamu itu pemburu ya?” tanya Himeta mengambil body lotion, lalu mengoleskannya pada badanku.

“I, iya.”

Dia mengangguk-ngangguk saja dan meneruskan pekerjaannya. Dia menyisir rambutku dengan lembut, memakai sikat rambut, lalu menggelungkan rambutku sebentar dengan rol rambut. “Jangan dimainkan ya, rol-nya.”

Bibirku yang kering diolesnya oleh lip gloss. Dia membubuhkan bedak pada wajahku dan sedikit eyeshadow berwarna pastel di kelopak mataku, selain itu juga mempertebal bulu mataku sedikit dengan mascara. Kadang pula rambutku ditiupnya memakai hair dryer.

Beberapa menit kemudian rol rambut di kepalaku di lepas, dan rambutku berubah menjadi bergelombang. Dia mengikatnya longgar kebawah seperti saat ibuku mengikat rambutku, namun berbedaannya, dia juga memberi jepitan di poniku. Ikat rambutnya pun berhiaskan bunga yang dibuat dari perak.

“Wow…” Aku terkagum sendiri melihat wajahku yang didandani oleh Himeta. Simpel dan tidak terlalu mencolok, tapi benar-benar cantik. Seorang stylist yang andal.

Himeta tertawa kecil. “Tidak pernah didandan sampai seperti ini ya? Oh ya. Gaunmu akan lebih cocok berwarna biru untukmu.”

Aku disuruhnya mengenakan sebuah gaun tanpa lengan, dengan tali yang mengait ke leher. Terdapat hiasan bunga di gaunku, dan lagi bagian bawahnya terbuka sedikit dan panjangnya selutut. Aku juga diberikan sepatu berwarna putih, dan aku pun siap untuk pergi ke Acara Pembukaan The Assassination Games.

Ren juga sudah siap, dengan pakaian yang simpel. Kaos warna hitam keabu-abuan dan jaket semi-formal warna abu-abu dengan garis biru. Rambutnya juga sedikit dirapihkan, dan dia terlihat cukup tampan bagiku. “Sudah siap, Miyu-san?”

“Hm.” Ujarku mengikutinya. Chitose pun tersenyum melihat kami berdua yang sudah berpakaian rapih, dan juga berdandan. “Lebih baik, dan kalian terlihat serasi… Blue pair.”

Wajahku memerah.

“Ya sudah, ayo kita masuk ke Aula Utama. Sudah mau dimulai,” kata Chitose membawa kami ke Aula Utama. “Oh ya. Nanti kalian duduk di tempat para peserta ya, aku akan mengawasi kalian dari jauh.”

Aku dan Ren masuk ke dalam Aula Utama, dan tempatnya sangat mewah dan gemerlap. Kami duduk di tempat yang dikatakan oleh Chitose, dan tepat disekeliling kami adalah para peserta The Assassination Games lainnya. Mereka juga berpenampilan rapih, dan bermacam-macam.

“Baiklah, selamat malam semuanya!” seru presenter dari Acara Pembukaan itu. “Aku Amy Cross Magica, dan akan membawakan acara ini pada malam hari ini! Kali ini kita akan berkenalan dengan para peserta The Assassination Games, dan aku akan memperkenalkannya mulai dari Distrik 1!”

Para peserta Distrik 1, maju ke panggung. “Mereka adalah Hinagiku Tanaka dan Rei Furukawa!” ujar Amy, dan wajah mereka cukup mengerikan. “Hinagiku adalah anak dari seorang ilmuwan jenius di Distrik 1, sementara Rei sendiri adalah sahabat masa kecilnya.”

Kemudian Distrik 2. “Yang ini adalah Celine E. Northland dan Zero Mercuria,” jeda Amy. “Celine adalah anak dari pendeta di Distrik 2 dan Zero adalah pewaris keluarga mafia di Distrik 2. Perpaduan antara hitam dan putih!”

Dilanjutkan dengan Distrik 3. “Mereka adalah Kitano Homura dan Hazuki Tachibana.” Wajah mereka terlihat diam, tapi tajam. “Kitano adalah anak dari pembuat senjata sementara Hazuki sendiri juga berprofesi sama. Sesama pendiam dan tajam!”

Tidak lupa Distrik 4. “Kali ini adalah Kirito Sakamoto dan Akari Shiroibara…” Mereka terlihat baik dan ramah. “Kirito adalah anak dari penjaga kuil, sementara Akari adalah calon pendeta.”

Setelah keempat distrik itu disebutkan, diselingi dahulu dengan musik penyegar yang dinyanyikan oleh paduan suara di Centrum. Kemudian dilanjutkan lagi dengan pengenalan peserta selanjutnya. Aku dan Ren masih agak bersantai karena kami bergiliran paling terakhir.

“Sekarang, Distrik 5,” Ujar Amy membaca kartunya. “Inilah dia, Chielle Suzumura dan Kanata Sonozaki. Mereka berdua bersahabat sejak kecil, dan Chielle adalah anak dari pemiliki perpustakaan di Distrik 5 dan Kanata adalah anak dari tukang besi.”

Majulah orang-orang dari Distrik 6. “Selanjutnya, Distrik 6. Mai Kitamura dan Ryosuke Shimotsuki,” kata Amy. “Mai adalah anak dari dokter di rumah sakit Distrik 6 dan Ryosuke adalah pewaris restoran.”

Distrik 7 pun mendapat gilirannya, seorang gadis berambut panjang dengan sosok tajam dan laki-laki yang kelihatannya agak santai.  “Inilah peserta dari Distrik 7, Naruhana Kizuna dan Rio Tadase. Perpaduan antara gadis bersosok dingin namun imut dengan seseorang yang easy-going!”

Ternyata sudah dekat masa berkenalan untuk diriku dan Ren. Kami pun mulai bersiap-siap. Setelah Distrik 8, itulah giliran kami nantinya.

“Distrik 8, Mirai Raikaze dan Lan Hua Zhi,” Mirai dan Lan Hua maju dan tersenyum ke arah kami berdua. Mereka memang baik, tapi kami harus waspada juga apabila itu hanya taktik untuk mengalahkan kami. “Sesama cepat dari Distrik 8 yang penakut dan sangat loyal.”

Inilah giliran kami, kami pun sudah siap untuk maju ke panggung. “Terakhir, dari Distrik 9 – distrik termiskin dari seluruh distrik di Nealithia. Inilah mereka, Ren Nakahara dan Miyu Ichinose, dimana Miyu mengajukan diri untuk menggantikan Kizuna Suzumura,” Jelas Amy.

“Ren adalah anak dari pembuat roti di Distrik 9, sementara Miyu adalah anak dari seorang pemburu.”

***

Semua pun berakhir. Sekarang kami diperbolehkan ke kamar, dan besok kami akan menjalankan pelatihan untuk bersiap-siap sebelum The Assassination Games dimulai. Peserta tiap distrik harus sekamar, jadi perempuan dan laki-laki dicampur. Namun tempat tidurnya harus dipisah.

“Capek banget tadi, penjelasannya panjang lebar.” Desahku melepas sepatu, lalu pergi ke kamar mandi untuk berganti baju.

Ren juga cukup capek, dan dia merebahkan diri sebentar di kasur. Setelah aku berganti baju, dia masuk ke kamar mandi. Aku menaruh panahku di tempat yang aman agar ia tidak rusak dan aman.

“Besok pelatihan ya.” Kata Ren keluar dari kamar mandi.

“Aku penasaran seperti apa pelatihannya nanti,” Aku memandang langit, mengingat bagaimana sekarang nasib Ibu maupun Kizuna. “Tapi yang jelas Chitose sudah menyuruh kita untuk bangun pagi besok.”


“Mungkin dia punya suatu strategi yang harus dibicarakan dengan kita?” Ren meneguk air yang ada di kamar.

Aku mengangguk. “Bisa saja, dia toh mentor kita.”

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. “Biar aku yang buka.” Kata Ren, lalu membuka pintu. Seorang gadis, yang tidak lain adalah Naruhana yang merupakan peserta perwakilan Distrik 7.

“Halo, selamat malam~”

“Iya, ada apa, Naruhana-san?” tanyaku agak heran dengan kedatangannya.

Naruhana duduk di kursi. “Tidak, aku hanya bosan sedikit di kamarku. Rio terlalu asyik mendengarkan lagu di headphone-nya dan aku ditinggalnya. Kupikir kalian itu imut, terutama kamu, Miyu~”

Ren bisa tahu bahwa Naruhana itu penggemar barang imut, tapi sadis. Bisa dibilang mau mengarah kepada yandere… “Oh ya, Naruhana. Berapa kali Distrik 7 memenangkan The Assassination Games dalam sejarahnya?”

“Sekiranya ada 3 kali. Mentor kami adalah pemenang The Assassination Games ke-36. Kalau kalian, mentor-nya pemenang yang ke-35 kan?” ujar Naruhana.

Aku terkejut. “Tahu juga kamu.”

“Oh ya, mari kita bertarung dengan sportif… Sampai ada salah satu dari kita yang mati. Kau tahu kan?” Baik aku dan Ren menatapnya tajam, mengangguk. “Ya. Dibunuh atau membunuh, itu pilihan kita nanti pada saat The Assassination Games dimulai…” ujarku.

Naruhana bangkit berdiri dari tempat duduknya. “Baiklah, sebaiknya aku pergi. Selamat malam, Ren-san dan Miyu.”

To Be Continued

=======================================================

Konbanwa!

Ternyata serial The Assassination Games ini bisa diupdate juga pada hari ini. Maaf kalau dikit typo, tapi setidaknya kalian menikmatinya. Sekarang sudah terungkap seluruh peserta dari distrik selain Distrik 9. Namun kelihatannya peserta yang paling akrab dengan kedua tokoh utama kita ini adalah Naruhana.

Banyak OC yang terpakai dalam fanfic ini, dan aku memutuskan untuk ga memakai karakter anime, jadi semuanya OC. Ini sudah lebih masuk ke Original Fic sih~ Tapi biarlah, soalnya kan ada OC yang pakai visualisasi^^

TAG ini saya buat, dan nanti bakal ada sedikit adegan pembunuhan… Tapi tenang saja, tidak terlalu dalam, selain itu ini juga Cuma tulisan saja, tidak asli~ Teruslah support TAG agar bisa update cepat dan kalian tidak dibuat mati menunggu, penasaran kelanjutan dari TAG.

Oh ya, sudah dibuka lho di Facebook – Feather and Cherry’s Blog Lounge, tempat update karya-karya fic yang dimuat di blog ini~ Cekidot ya :3

Trivia for Today :

  • ·         Karakter-karakter disini diambil dari forum yang berbeda-beda
  • ·         Blue pair maksudnya pasangan yang memiliki atribut sama, yaitu warnanya biru.
  • ·         Fasilitas kereta ke Centrum lebih kearah ke sebuah pesawat pribadi ya? Wkwkwkwkwk
  • ·         Yandere adalah tipe moe karakter yang pada awalnya sangat imut tapi kalau sudah diganggu, berubah jadi kejam dan sadis.
  • ·         Mentor dipilih dari pemenang TAG terdekat dalam distrik tersebut.
  • ·         Katsuragi bersaudara menjadi stylist untuk Miyu dan Ren, tidak menjadi peserta TAG. Mereka berasal dari Distrik 5.


Jaa ne~

The Assassination Games, Kapitel I : The Drawing Day

Kapitel I | The Drawing Day

Nyanyian burung canary mengalun dengan merdu.  Kubangitkan diriku dari kasur, lalu menguap sebentar. Sinar matahari pagi menyinari tubuhku, dan rasanya sangat hangat. Hari ini cerah, aku tahu itu. Setiap hari, beberapa burung canary bertengger di dahan pohon dekat jendela kamarku. Mereka bisa dibilang adalah alarm bangun tidurku, dan pasti aku akan terbangun begitu aku mendengar burung-burung itu bernyanyi.

Aku turun dari tempat tidurku, tapi tak sengaja aku menginjak selimutku sampai beberapa bagiannya sobek. “Agh. Di saat seperti ini sobek? Aku harus meminta ibu untuk menjahitkannya kembali.” Ujarku, sambil merapikan selimut sobek itu. Entah sudah berapa kali aku menyobek selimutku, tapi itu wajar karena selimutku terbuat dari kain perca.

Dengan langkah seribu aku pergi ke dapur dan bisa melihat seorang wanita sedang memasak, yang tidak lain adalah ibuku.

“Pagi, Ibu.” Sapaku menarik kursi di meja makan, lalu duduk menunggui sarapan pada pagi itu. Kebetulan aku adalah anak tunggal, sehingga aku tidak mempunyai kakak maupun adik. Aku hanya hidup sendirian dengan ibuku, sejak ayahku meninggal dalam pemburuannya.

Semangkuk havermuth dan segelas air putih tersaji di depan mataku. “Kamu bangun pagi seperti biasanya, Miyu-chan.” Kata ibuku ikut duduk untuk sarapan. Miyu-chan adalah sebutan sayang untukku dari ibu, diambil dari namaku. Oh ya. Aku belum memperkenalkan diriku ya? Namaku adalah Miyu Ichinose.

“Tentu saja. Para burung canary itu selalu ada untuk membangunkanku.”

Ibuku tertawa kecil. “Haha, burung-burung itu sudah menjadi alarm-mu setiap hari. Apakah mereka senang bertengger di sana setiap hari? Apa yang kamu lakukan sampai mereka tertarik?”

“Setiap pagi, sebelum aku berangkat berburu kuberi mereka biji bunga matahari…” ujarku sambil menyantap havermuth.

“Pantas. Kamu berbuat baik pada mereka setiap hari,” jeda Ibu. “Oh ya, kamu sudah mau berangkat? Kalau kamu masih ada waktu, tolong bawakan ini kepada Kizuna.” Aku mengangguk pelan. Kizuna adalah sahabat baikku dan kami selalu berburu bersama. Aku menyelesaikan makanku, lalu segera mandi dan berganti baju. Kupakai jaket berburuku serta membawa panah yang dibuatkan oleh ayahku, senjata langka yang berada di tempat aku tinggal.

“Oh ya, Ibu. Selimutku sobek lagi, bisakah Ibu jahitkan kembali?” pintaku sambil memakai sepatu boots.  Ibuku tersenyum. “Lagi-lagi sobek, Miyu-chan. Oke, nanti ibu jahitkan. Hati-hati, selalu berwaspada di hutan.”

“Aku tahu itu.”

Negeri yang kutinggali ini bernama Nealithia, sebuah negeri yang terdiri dari sepuluh daerah – dan daerah itu dibagi-bagi menjadi satu distrik pusat yang sering disebut Centrum dan sembilan distrik lainnya. Aku tinggal di distrik terakhir, yakni Distrik 9, distrik termiskin juga. Setiap distrik memiliki produk andalannya sendiri dan harus diserahkan kepada Centrum sebagai “pajak”. Peraturan itu ada sejak terjadinya suatu kejadian di Nealithia. Distrik 9 mengandalkan hasil hutannya sebagai penyerahan kepada Centrum, tapi kami selalu mendapat imbal balik yang kecil. Tentu saja, karena hasil hutan tidak terlalu dibutuhkan di Centrum.

Di ujung perbatasan antara Distrik 9 dan luar distrik terdapat pagar yang mengalirkan listrik, tapi hanya pada saat malam hari saja untuk mencegah binatang liar dari hutan masuk ke distrik. Namun listriknya dimatikan ketika sudah menjelang pagi hari, sementara aku dan Kizuna memanfaatkannya untuk berburu.

Banyak pemburu di Distrik 9, namun mereka selalu berburu di hutan yang memang sudah dikhususkan untuk berburu di utara distrik. Tapi tempat itu dijaga dan anak-anak sepertiku dilarang masuk sehingga kami memanfaatkan hutan di selatan ini yang agak “berbahaya”. Konon para pemburu disini hanya menggunakan tombak atau pisau, tapi untuk senjataku ini – panah, sangat langka ada. Panah ini adalah buatan ayahku dan diberikannya agar aku bisa melindungi diri sendiri. Jarang orang yang hanya bersenjata pisau atau tombak yang bisa bertahan hidup saat masuk ke dalam hutan itu.

Ayahku meninggal dalam pemburuannya, ketika ia sedang berburu di hutan selatan yang sering kutuju ini. Hari itu aku tidak ikut berburu karena aku sedang sakit, dan kudengar dia terbunuh. Rumornya ayahku terbunuh oleh orang-orang dari distrik lain yang membenci Distrik 9. Meski agak shock, aku dan ibuku berhasil mengembalikan semangat hidup kami dan terus hidup. Waktu itu aku masih berumur 9 tahun.

“Miyu!” seru seorang gadis berambut hitam yang tidak lain adalah Kizuna, sahabatku. Dia sudah menungguku di depan pagar perbatasan sambil membawa pedang pendek kepunyaannya. Sama seperti panahku, pedang pendek Kizuna ini langka ada. Walau semirip pisau, pedang pendek Kizuna jauh lebih tajam dan bahkan ada dua buah.

“Apakah aku terlambat? Oh iya, Ibu ingin aku menyerahkan bungkusan ini padamu. Kelihatannya bekal.” Aku menunjukkan sebuah bungkusan berwarna hijau muda, dari kain tipis.

Kizuna mengambilnya. “Berikan ucapan terima kasihku pada Ibumu ya.” Kami pun memulai pemburuan kami, dan masuk ke dalam hutan itu dengan meloncati pagar perbatasan. Tapi kami harus ingat bahwa listriknya akan dialirkan lagi pada siang hari, jadi kami tidak bisa berlama-lama di hutan.

Kuambil langkah pelan namun waspada di hutan. Aku menyiapkan panah andalanku, dan aku banyak mengandalkan instingku di sini. Instingku cukup tajam setelah aku mengasahnya sejak kecil.

SET! Dua ekor burung merpati terbang dan aku langsung menarik busurku dan menembakkan dua panah bergantian kepada setiap burung. Kizuna langsung melesat dan membelahnya.

“Yak, lumayan untuk setengah hari. Cukup mengenyangkan.” Kata Kizuna membersihkan bagian dalam burung itu dan mengambil dagingnya untuk dimakan. Aku juga mengambil bagianku dan kumasukkan ke tempat yang telah kusediakan untuk menyimpan makanan. Kami meneruskan pemburuan kami sampai waktu kami untuk keluar tiba.

***

“Hup!” Aku melompat dari pagar perbatasan kembali ke distrik bersama Kizuna. Cukup banyak hasil buruan kami , baik yang untuk dimakan maupun untuk dijual. Makanan seperti burung dan rusa akan kami bawa untuk dimakan, sementara bahan-bahan seperti jamur liar dan tanaman herbal, serta daging babi hutan akan kami jual ke pasar para pemburu yang bernama Venator.

Sambil berjalan aku dan Kizuna menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang. “Ngomong-ngomong, hari ini adalah The Drawing Day ya?” tanya Kizuna mengingat kalender.

“Yap. Tahun ini memang belum diadakan ‘kan? Sudah lagi di umur kita yang saat ini, kesempatan kita terpilih jauh lebih besar.” Jawabku cukup tenang.

The Drawing Day, atau secara harfiah “Hari Pengundian”, merupakan hari dimana anak-anak berumur 12 tahun sampai 17 tahun akan dipilih sejumlah dua orang, satu perempuan dan satu laki-laki untuk dijadikan peserta dalam kompetisi tarung tahunan bernama The Assassination Games, sebuah kompetisi yang dibuat oleh Centrum 49 tahun yang lalu untuk menjadikan hukuman atas perang besar-besaran antara kesembilan distrik melawan Centrum. Kompetisi ini dijadikan bagian dalam peraturan utama negeri sehingga itu sulit untuk ditolak.

Dalam hari pengundian itu, setiap anak akan memasukkan namanya kedalam undian, dan seiring bertambahnya umur, akan bertambah slot untuk memasukkan nama anak itu. Otomatis, akan semakin bertambah pula kesempatan untuk terpilih dalam pengundian, dan biasanya hal itu ditakuti oleh para anak-anak di Distrik 9. Karena sesuai dengan namanya, The Assassination Games ini terdiri dari 18 peserta dari setiap distrik dan akan bertarung di Centrum. Dari kedelapan belas peserta itu, satu orang yang tersisa dalam kompetisi akan keluar dari juara. Dan hanya ada dua pilihan dalam pertarungan, dibunuh atau membunuh.

“Ya… Tapi aku tidak ingin terpilih dalam kompetisi itu. Aku tidak ingin keluargaku bersedih.” Ujar Kizuna agak lesu. Tentu saja, ayahnya menghilang dan lagi ibunya sakit-sakitan, tidak heran Kizuna sangat khawatir kalau dia terpilih.

Aku menepuk pundak sahabat baikku itu. “Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja.” Ujarku sambil tersenyum.

“Terima kasih, Miyu.” Kata Kizuna mengucek matanya. Sepertinya air mata keluar sedikit dari matanya. Sesampainya di Venator, aku mengunjungi tempat penjualan langganan ku, Ye Olde Shoppe.

Seorang pria yang sudah berumur, sekitar 50 tahunan keatas tengah meniup pipanya. Walau sudah tua, instingnya tajam dan tahu bahwa akulah yang membuka pintu tokonya. “Masuklah, Miyu.”

“Iya, Hidekichi-san.” Kataku menaruh beberapa kantong hasil buruanku di meja. Tidak lupa Kizuna juga menaruh hasil buruan miliknya.

“Banyak sekali hari ini, kalian sangat bersemangat ya,” jeda Hidekichi-san sambil menimbang hasil buruan kami. Dia menyerahkan tiga kantong koin kepada kami masing-masing. “Walau hari ini adalah hari yang paling menakutkan setiap tahunnya bagi para anak-anak. Hari Pengundian. Pakailah baju yang bagus dan rapih, atau kalian bisa dipermalukan oleh Kisaki Starbloom nanti.”

Aku tertawa kecil. “Hahahaha, aku tahu itu. Kisaki Starbloom memang memiliki mulut yang sedikit kurang ajar… Tapi aku tetap takut pada hari ini, gugup sekali rasanya. Sekarang umurku 16 tahun dan namaku akan dimasukkan 9 kali.”

Kizuna menunjukkan wajah yang benar-benar lesu, dan aku bisa melihat bahwa dia sedikit tertekan. Umurnya lebih muda dua tahun dariku dan namanya akan dimasukkan 5 kali. “Kizuna, tenang saja. Kemungkinanmu masih lebih rendah dariku.”

Dia tersenyum kecil, dengan rasa agak terpaksa. “Ya, aku tahu.”

“Baiklah, Hidekichi-san. Aku pamit pulang dulu, terima kasih!” ujarku keluar dari toko bersama Kizuna. Kami berjalan pulang di arah yang sama sampai ke jalan cagak, lalu kami berpisah. Dia pergi ke jalan kiri dan aku jalan yang kanan. Sesampainya di rumah aku menaruh bootsku, lalu mengetuk pintu rumah dan Ibu membuka pintunya.

“Selamat datang kembali, Miyu-chan. Wah, tiga kantong koin dan makanan! Banyak sekali?” kata Ibu sambil membantuku membawa barang makanan. Aku duduk sebentar di sofa yang sedikit usang, lalu menghembuskan nafas lega. “Jam satu nanti pengundiannya ya?” tanyaku datar.

“Ya, nanti ibu siapkan pakaian untukmu. Mau makan keju kambing?” Ibu menyiapkan snack ternyata, mungkin dia juga sedang beruntung. Dua kerat keju kambing dan tiga buah roti yang cukup hangat.

Kuambil satu roti dan setengah keju untuk kumakan. Sambil ibuku menyiapkan baju, aku mandi sebentar karena aku baru saja selesai berburu. Karena hari pengundian, aku berdandan, walau tidak terlalu pandai, sehingga butuh bantuan dari ibu.

“Rambutmu cukup panjang, Miyu-chan… Kalau begitu ibu ikat saja ya rambutnya?” ujar ibuku. Dia mengikat rambutku yang panjang ini dengan telaten, dan hasilnya adalah rambut yang terikat sedikit longgar kebawah, dengan hiasan bunga carnation.

Aku segera mengenakan gaun selutut yang disiapkan oleh ibuku. Berwarna biru muda, dengan pita di belakangnya. “Apakah aku aneh?” tanyaku setelah selesai berdandan.

“Kamu cantik, lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” Ibuku mendekatiku dan tak lupa membubuhkan bedak sedikit pada pipiku. “Jangan biarkan kulitmu kering, nanti tidak cantik… Kamu banyak berburu sih.”

Aku memanyunkan bibirku. “Memangnya kenapa…” desahku, lalu bergegas mencari rak sepatu. Ibu menyiapkan sepatu selop warna putih untukku, dan hasilnya aku memang menjadi seorang gadis sederhana namun elok – menurut ibuku.

“Oke, semuanya sempurna! Ayo, kita pergi. Kamu tidak perlu khawatir, ibu akan mendoakanmu dari tempat penunggu.” Ujar Ibu sambil menarik tanganku. Ya, hatiku cukup bergetar dan aku tidak bisa membayangkan apa jadinya nanti.

***

Sebuah tanah lapang di tengah-tengah distrik sudah dipenuhi oleh banyak anak yang sedang mengkhawatirkan takdirnya nanti pada saat pemilihan. Aku melihat Kizuna, berpakaian sackdress warna putih berpita merah, dan selop warna merah. “Miyu.”

“Kizuna, apakah kamu masih takut?”

Kizuna mengangguk pelan. Ibu sudah menungguiku di tempat penunggu, sementara aku dan Kizuna berbaris untuk melihat pengundian nanti. Aku juga takut, namun aku lebih mengkhawatirkan keadaan Kizuna. Dia sudah depresi dari tadi, padahal biasanya dia cukup ceria.

Seorang wanita berambut pirang dan mata biru keluar dari belakang panggung, dan namanya adalah Kisaki Starbloom, wakil pengundian Distrik 9 dari Centrum. Pakaiannya eksentrik, dan sangat cerewet. “Selamat siang, anak-anak Distrik 9! Hari ini adalah Hari Pengundian, ya… Hari dimana aku akan mengundi kalian lewat nama-nama yang sudah berada di tabung ini, untuk menjadi peserta The Assassination Games!”

Hatiku berdetak kencang.

Ada dua tabung yang terletak pada meja. Satu tabungnya untuk mengundi perempuan, dan satunya lagi untuk mengundi laki-laki. Diantara hamparan kertas dalam tabung itu, terdapat sembilan kertas yang berisi namaku. Oh, itu membuatku makin gemetar dan takut.

“Kali ini, aku akan mulai mengundi untuk peserta…”

Kuharap laki-laki.

“Perempuan!”

Nasib baik mulai tidak berpihak padaku. Oh sialan. Aku juga baru ingat bahwa tahun lalu yang diundi pertama adalah untuk peserta laki-laki tahun lalu. Kisaki memang pandai membuat hari gemetar.

Kisaki mendekati tabung itu, lalu memasukkan tangannya. Tangannya berputar-putar untuk mengambil undian. Hatiku berdegup kencang untuk mendengar nama yang disebut. Dengan pelan Kisaki melepas lipatan kertas nama itu.

“… Kizuna Suzumura!”

Mataku terbelalak. Kizuna?! Aku bisa membayangkan wajahnya yang sudah depresi, dan sekarang akan lebih parah lagi. Aku menoleh ke arah Kizuna. Wajahnya pasrah dan dia sudah tidak tahu harus berbuat apa.

Ibunya tidak datang menemaninya, dan bisa saja ibunya ambruk saat mendengar kabar buruk bahwa Kizuna akan terpilih dalam The Assassination Games. “Kizuna! Kizuna!”

Kizuna menoleh kepadaku, dan orang-orang kaget melihatku. Para penjaga sudah menghalangiku, tapi aku tidak mau kalah. Aku tidak ingin Kizuna maupun ibunya bersedih hati. Hanya satu yang bisa kulakukan, sebelum Kizuna benar-benar dibawa pergi ke panggung.

“Aku mengajukan diri! Biarkan aku menggantikan Kizuna!” pekikku lantang.
Semua orang terkejut mendengar pekikanku, dan entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

To be Continued
============================================================
O-hisashiburi desu ne, minna-san~!

Udah cukup lama aku ga post fanfic ya? Aku juga sempet kena writer block sih… (walau jangka waktunya ga terlalu panjang ) Well, buat orang yang suka baca karyaku, kali ini aku akan menutupi efek writer block itu dengan membuat fanfic ini, dan bab 1-nya kupuaskan kalian dengan lebih dari 2.000 kata! Biasanya fanfic buatanku pendek, tapi kali ini aku membuatnya lebih panjang, sekaligus memperbaiki diri dalam pembuatan fanfic.

Fanfic ini mengambil inspirasi, bahkan banyak bagiannya kuambil dan sedikit dimodifikasi dari novel Suzanne Collins yang berjudul The Hunger Games, yang mau difilmkan nanti tanggal 23 Maret 2012! Selain itu, karakter-karakternya bercampur dari OC-ku dan karakter anime. Sistem distrik juga terpengaruh dari THG, tapi juga sedikit dari 07-Ghost!

Akan kusediakan pula trivia-trivia yang memuat hal penting di fanfic tiap chapternya, dan ini dia~

Trivia for Today :
  •          Pedang pendek yang dimiliki oleh Kizuna, OC  roleplay saya terinspirasi dari pedangnya. Namun lebih mengarah kepada pedang pendek yang dimiliki oleh Kizuna Tachibana dari Kamika Akumaka saat ia menusuk dadanya dengan pedang pendek tersebut pada drama Romeo and Juliet di sekolahnya.
  •          The Assassination Games diambil dari The Hunger Games, namun dengan peraturan yang sedikit berbeda dan jalan kompetisi yang berbeda.
  •          Kisaki Starbloom merupakan OC teman saya di Miadra Chronicles.
  •          Distrik 9 memakan makanan yang merupakan hasil buruan dan tergolong sederhana, sedikit mengambil dari Distrik 12 di THG dan Distrik 7 di 07-Ghost.
  •          Centrum berasal dari kata Latin yang berarti “pusat”.
  •          Venator berasal dari kata Latin yang berarti “pemburu”.

Sekian, profil karakter akan muncul seiring perkembangan cerita.

Disclaimer :
A lot inspiration from © The Hunger Games by Suzanne Collins.

Jaa ne~