Hunters: Truth.

A/N: Ku rasa semuanya berjalan baik. Walau aku payah dalam membuat cerita setidaknya aku telah mencobanya dan ku pikir hasilnya lumayan bagus. Well, enjoy the story! Hope you like it! O Iya, Happy Birthday Jacinta! Panjang umur ya!

==================================================================
Masih di negeri yang sama, kami tetap berjalan ( Seperti orang melarat).

" Hei." Tanyaku.

"........." Tak ada jawaban.

"Jacinta.."

"........" Masih tak ada jawaban.

" Sumeragi!"

Akhirnya ia menjawab padaku." Apa?! Harusnya kau tidak usah memanggil ku seperti itu! Dari tadi kan aku disebelah mu!"

Aku melihatnya dengan tatapan penuh tanya." Masa sih?"

Ia menghela napas." Sesekali gunakanlah otak mu agar tidak konslet."

" Aku rasa akan susah.." Kataku.

" Sungguh.... Meladeni mu itu sama saja dengan mengurus adikku."

" Adikmu ya? Bagaimana dengan kabarnya?" Tanyaku.

" Aku tak tahu... Terakhir kali aku melihatnya saat aku kabur dari rumah." Ia terlihat kaget dan secepat mungkin menutup mulutnya.

Aku memandangnya. Ada sedikit penyesalan di hatinya." Kau kabur? Bagaimana ceritanya?"

Ia membalas pandanganku dan berharap agar aku dapat mengganti topik pembicaraan. Tapi ia tahu bahwa aku bukan orang yang dengan gampang melepas rasa penasaran.

" Begini....." Ia melanjutkan kata-katanya.

"Sebelum berpindah dimensi kau hanya tahu aku sebagai teman sekelasmu kan?"

Aku mengangguk.

" Berarti aku harus menceritakannya dari awal. " Ucapnya dengan jujur.

"Well, to the point sajalah..." Kataku tak mau repot.

" Sabar! Ini juga sedang mengingat flashback!" Bentaknya.

" Iya... " Kataku mengalah. Aku mendengarkannya berbicara dan berusaha untuk mencerna ceritanya di dalam otak konslet ku.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

" Berhentilah memaksaku! " Teriak ku seraya berusaha menyingkir di jalan yang gelap itu.

" Tapi kau harus melakukannya!" Seorang wanita tua dihadapanku terus memaksa ku.

" Aku tidak ingin Obaa-san..." Akhirnya aku jatuh tersungkur di hadapan nenekku.

" Aku tahu.. Tapi sebagai pemimpin keluarga onmyouji Sumeragi ke 14, kau harus menggantikan ayahmu yang telah meninggal."

Aku melihat nenekku dengan pandangan benci." Aku yakin ayah juga tidak ingin aku hidup seperti ini..."

" Lebih baik kau diam dan lanjutkan latihanmu.." Katanya sambil membalas pandanganku dengan serius.

Aku memulai pemberontakan ku " Obaa-san pikir aku takut dengan Obaa-san? Aku muak dengan semua ini! Selama hidupku aku terikat dengan semua peraturan yang kau berikan! Aku berusaha untuk tidak mengeluh tapi kau terus-terusan menyiksa ku dengan semua ini!!!" aku berusaha menjelaskan perasaanku tapi tidak berhasil.

" Kau harus melihat posisimu nak... Sebagai pemimpin klan Su.." Aku memotong pembicaraan nenekku.

" Klan Sumeragi! Klan Sumeragi! Apa hanya itu yang terpikirkan di benak Obaa-san?! Tak heran ayah juga membenci sikap mu!"

Nenekku terdiam dan kemudian mengeluarkan kata-kata yang sangat amat membuatku terluka.
" Diam kau! Kalau tidak karena iblis seperti kalian, klan Sumeragi tidak akan kehilangan pemimpin terkuat seperti Subaru-san!"

Aku kaget. Kata- katanya sangat menyakitkan. Kenapa dia berbicara seperti itu kepadaku? Kenapa ia juga memasukkan adik dan ibuku kedalam kata-katanya dan menjejerkan mereka setara dengan iblis? Aku tak ingin tahu....

Obaa-san menghela napas." Lanjutkan saja latihanmu..." Ia berbalik dan meninggalkanku di jalan.

Hujan turun dengan deras setelah kepergiannya. Aku tertunduk. Hujan menjadi perwakilan atas segala kesedihanku dan saat itu aku bersumpah untuk melepas gelar pemimpin klan Sumeragi dari diriku...

Hingga aku menemukan toko yang bisa mengabulkan permintaan....

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

" Jadi kau tertekan atas semua peraturan itu?" Tanyaku.

Jacinta menjawab." Ya... Dan selama hidupku aku tidak bisa bebas dari itu semua. Aku merasa sangat menderita ......"

Aku terdiam." Nama ayahmu siapa?" Aku berusaha mencari topik lain agar Jacinta tidak kembali bersedih.

Ia menjawab lagi. " Subaru Sumeragi."

Aku hanya bisa memandanginya." Begitu ya.....Jadi Kau tahu toko Yuko dari siapa?"

Ia balik memandangku." Pertanyaan bagus.... Aku tahu dari ayahku sebelum dia meninggal. Tapi ia tidak memberi deskripsi toko itu sehingga aku tidak dapat menemukannya....." Ia memandang langit." Aku baru menemukannya ketika aku bersekolah di Tokyo."

Sebelum aku bisa mengomentari perkataannya dia bertanya." Kalau Sasha? Kenapa kau ingin pindah dimensi?"

Aku terdiam ." Aku ingin menemukan ayahku..."

Jacinta menatapku." Ayahmu? Bukankah ayahmu itu arkeolog? Apa hubungannya dengan dimensi lain?"

Aku menjawab." Tidak, itu bohong... Sebenarnya dia masih satu profesi dengan kita..."

Jacinta bingung." Maksudmu dia Hunter juga?"

" Ya.. dan Ia juga berpindah dimensi. Jelas saja aku tahu toko Yuko." Tambahku.

" Lalu kenapa kau harus mencarinya?" Tanyanya.

" Ayah selalu pulang setahun sekali. Dan pastinya saat ulang tahunku karena itu imbalan yang diberikan ke Yuko, Tapi sudah 3 tahun ia tidak pulang... Aku khawatir mengingat dia satu-satunya keluargaku.."

" Kau tidak punya ibu?" Tanya Jacinta dengan hati-hati.

" Tidak, ibuku meninggal saat aku dilahirkan. Lalu setelah ayahku menghilang aku diasuh oleh keluarga Shirou. Entah kenapa aku tidak di perbolehkan mengganti nama keluargaku oleh pamanku yang bernama Kamui..." Jelasku panjang lebar.

" Jangan sampai kau bernasib sama sepertiku....." Kata Jacinta padaku.

" Aku harap...."

" Nama ayahmu siapa? Aku penasaran." Katanya . Dia tidak lihat aku kecapekan menjawab apa?

" Fuuma Monou."

Ia terbelalak kaget. " Kok namanya mirip kucing gitu?!"

Aku mengerutkan kening. " Enak aja ngehina bapak orang!" Biar sekalian puas, ku jitak saja kepalanya.

" Heh, Maksudku kan baik! Siapa tahu ayahmu kalau jadi kucing lucunya setengah mati. Atau jangan-jangan nakutin?" Candanya.

" Yang ada ayahku cakep tahu!" Kataku membela nama baik ayahku.

" Iya, iya maaf... Memang umurnya berapa?" Katanya sambil menahan tawa.

Aku agak ragu juga mengatakannya tapi akhirnya kukatakn juga." Umurnya 25 tahun..."

" Hah?! Muda amat! Ayahku saja waktu meninggal umurnya 45!" Jeritnya seperti kesetanan.

" Nasib!" Ucapku senang.

" Kalau maksudmu nasib ayahku meninggal, ku potong tanganmu terus kumasukin ke mulutmu!" Ancamnya dengan cara yang-untuk pertama kalinya- sangat mengerikan.

"Tidak bukan itu maksudku! " Aku menggeleng-geleng dan memilih diam.

" Ya sudah, lebih baik kita cari Telur 'Pleiades' di negeri maju ini.." Ujarnya. Aku mengangguk.

Kulihat sekitarku... Ada banyak orang disekitar kami. Anehnya mereka tidak heran melihat pakaian kami berbeda dari mereka. Ada Banyak juga kendaraan beterbangan dan bangunan yang memuncak tinggi. Walau begitu banyak tumbuhan hijau yang menjadikan negeri itu sangat indah. Nama negeri itu adalah Piffle.



0 comments:

Post a Comment